masyarakat bahkan para wakil rakyat. Semakin menipisnya sumber energi tak terbarukan
(seperti minyak bumi, gas, dan batu bara yang menjadi sumber energi listrik terbesar di dunia)
mendorong putra putri bangsa untuk berkontribusi dalam menciptakan sumber energi
alternatif. Namun, penawaran solusi tersebut sepertinya berhenti sampai pada tahap
penyampaian pendapat saja, belum ada upaya merealisasikan secara pasti.
Ketika krisis listrik kembali terjadi, yang dilakukan pemerintah adalah memperbaiki
jaringan, menambah daya terpasang, meningkatkan menejemen operator, lalu tentu saja rakyat
kembali dibebankan kenaikan harga termasuk tarif dasar listrik. Di lain pihak, pemerintah telah
mengupayakan pemanfaatan sumber energi alternatif lain dengan perencanaan pemanfaatan
teknologi nuklir. Akan tetapi upaya ini belum juga terealisasi dengan baik, karena pemerintah
memiliki pertimbangan tersendiri mengenai pemanfaatan energi nuklir,serta masih mengkaji hingga
lingkup efek positif dan negatif tidak lagi menjadi perdebatan yang akan merugikan bagi
pemerintah. Di kalangan masyarakat sendiri masih muncul tanggapan pro dan kontra terhadap
kebijakan pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Hal tersebut muncul dikarenakan masih minimnya pendidikan mengenai teknologi
nuklir dikalangan masyarakat. Bagi sebagian masyarakat awam, kata nuklir erat kaitannya
dengan kehancuran, kerusakan, dan sesuatu yang mematikan. Hal tersebut yang menyebabkan
ketakutan, sehingga beberapa orang, kelompok, bahkan negara memilih untuk tidak
memanfaatkan energi nuklir.
Padahal, jika ditilik lebih lanjut, pemanfaatan energi nuklir yang tepat akan lebih
menguntungkan dan lebih efisien. Selain jumlah ketersediaan bahan bakar nuklir yang melimpah,
dan biaya bahan bakar yang rendah, kelebihan dari aplikasi penggunaan PLTN adalah tidak
terbentuknya emisi gas rumah kaca, karena tidak menggunakan peralatan proteksi lingkungan
seperti DeSOx dan DeNOx. Dengan penggunaan PLTN, message.polusi udara oleh gas-gas
berbahaya seperti karbon monoksida, aerosol, mercury, sulfur dioksida, nitrogen oksida, partikulate,
atau asap fotokimia dapat dikurangi.
Pertimbangan tersebut menyebabkan semakin diperlukannya energi nuklir, akan tetapi
masyarakat Indonesia sendiri pada umumnya masih terprovokasi oleh isu-isu mengenai
bahaya nuklir terutama atas limbah nuklir. Berbagai sosialisasi mengenai pembangunan PLTN
dan tenaga nuklir sudah mulai dilaksanakan, akan tetapi belum dapat menjawab kegelisahan
masyarakat mengenai langkah untuk mengatasi limbah nuklir tersebut. Banyak program
sosialisasi yang hanya membahas mengenai bahaya nuklir tanpa mau memberikan informasi
dampak positif dari penggunaan tenaga nuklir tersebut.
Masyarakat juga masih berfikir bahwa energi alternatif seperti biofuel, gelombang
laut, sinar matahari dan gas bumi mampu mengatasi krisis listrik tanpa harus mengeluarkan dampak
limbah berbahaya sepperti limbah nuklir. Namun, pada dasarnya semua energi alternatif tersebut
tidak dapat memberikan dampak signifikan terhadap permasalahan krisis energi. Jika memang
ingin membebaskan bangsa ini dari krisis energi yang harus dilakukan terlebih dahulu ialah
menumbuhkan kepercayaan masyarakat mengenai kebermanfaatan tenaga nuklir dengan
mengadakan sosialisasi tenaga nuklir secara tepat dan berimbang. Marilah kita hentikan global
warming dan krisis energi dengan mendukung teknologi nuklir.
Lihat juga:
- Nuklir penyelamat peradaban
- Dilema Pembangunan PLTN di Indonesia
- Atasi krisis energi & global warming dengan teknologi nuklir
- Nuklir sebagai Solusi Bergengsi
- Nuklir Tidak Ramah Tapi Kita Membutuhkannya
- PLTN, TEKNOLOGI PROSPEKTIF UNTUK MASA DEPAN
- Status Nuklir Ekonomis, tetapi Membawa Bencana Bagi Masyarakat
- PLTN = REVOLUSI KEBIASAAN INDONESIA
- Balada PLTN di Indonesia
- Nuklir, Ancaman atau Solusi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar