Senin, 01 November 2010

Balada PLTN di Indonesia

PLTN merupakan ide yang diangkat pada tahun 1956, melaui pernyataan pada
seminar-seminar pada masa itu. Artinya rencana PLTN di Indonesia sudah berumur kurang
lebih 54 tahun. Meski sudah lama bekerja sama dalam perencanaan, perancangan, dan
sebagainya. PLTN di Indonesia masih belum juga dibangun dengan sebab dan alasan yang
beraneka ragam. Dari sekian banyak tempat yang pernah diusulkan untuk membangun
sbuah poyek PLTN, akhirnya hanya Semenjung Muria-lah yang terpilih. Meski sampai
sekarang PLTN masih menuai banyak kecaman berupa penolakan, terutama warga desa
sekitar tempat yang direncanakan akan dibangun PLTN tersebut, Desa Balong.


Sampai saat ini, yang masih membuat bingung adalah, mengapa harus Semenanjung
Muria? Bahkan ada kabar daerah Banten juga akan dibangun PLTN. Mungkin saja
penolakan-penolakan yang terjadi selama ini karena ada dua f-brothers (ciptaan penulis).
Mereka adalah Green Community dan WWF dan yang ingin penulis tekankan, mengapa
mereka ikut menolak? Bukankah di negara mereka juga dibangun PLTN? Memang,
Indonesia seringkali disebut-sebut sebagai paru-paru dunia karena hutannya yang luas nan
lebat. Tapi Indonesia juga tidak kalah sering mendapat kecaman, dampak isu global
warming
. Mengapa? Bukankan limbah PLTN hanya berupa air, CO2, dan limbah lain yang
harus dkembalikan?
Untuk itu, hendaknya Indonesia harus berani melawan. Harus ada orang Indonesia
yang membuktikan bahwa tidak benar tingkat “penghasilan” gas CO2 di Indonesia sangat
tinggi. Selain itu, pemerintah juga perlu mendesak instansi-instansi terkait untuk mencari
tempat baru yang kira-kira lebih mungkin untuk dibangun PLTN. Bukankah Indonesia
memiliki beribu-ribu pulau? Hendaknya kita membangun PLTN di pulau terpencil agar
tidak ada yang protes. Jikalau masih ada, karena alasan pencemaran laut, kita minta saja
badan internasional yang menangani masalah nuklir untuk ikut mengawasi. PLTN sangat
dibutuhkan di Indonesia, bagaikan tubuh yang kekurangan darah, Indonesia tidak akan
mampu berkembang secara optimal jikalau masih ada permasalahan energi, khusunya
listrik.


 


Lihat juga:

 

  1. Nuklir penyelamat peradaban

  2. Dilema Pembangunan PLTN di Indonesia

  3. Atasi krisis energi & global warming dengan teknologi nuklir

  4. Nuklir sebagai Solusi Bergengsi

  5. Nuklir Tidak Ramah Tapi Kita Membutuhkannya

  6. PLTN, TEKNOLOGI PROSPEKTIF UNTUK MASA DEPAN

  7. Status Nuklir Ekonomis, tetapi Membawa Bencana Bagi Masyarakat

  8. PLTN = REVOLUSI KEBIASAAN INDONESIA

  9. Balada PLTN di Indonesia

  10. Nuklir, Ancaman atau Solusi

PLTN = REVOLUSI KEBIASAAN INDONESIA

Rencana pembangunan PLTN di Indonesia sebagai solusi krisis energi
belakangan ini menuai protes yang tidak sedikit. PLTN yang muncul sebagai dewa
penyelamat bertabir “listrik mudah, aman, dan ramah lingkungan”, tampaknya tidak
mudah menghapus deretan daftar dosa nuklir yang sudah mendarah daging di Indonesia.
Benarkah Indonesia membutuhkan PLTN sebagai solusi krisis energi berkepanjangan di
negeri ini?
Rencana pembangunan PLTN pada 2016 yang harus mundur sampai tahun 2020
sudah cukup memperlihatkan betapa Negara kita belum siap menyongsong “dewa
penyelamat” energi ini. Hal ini cukup beralasan, karena PLTN tidak bisa dibangun di
tempat yang rawan gempa. Hal ini ditakutkan bisa mengakibatkan kerusakan pada
komponen vital reaktor yang bisa berakibat fatal.
PLTN diagung-agungkan sebagai pembangkit listrik yang murah. Biaya bahan
bakar yang diklaim lebih murah, serta biaya operasional yang lebih sedikit dari
pembangkit listrik lainnya dianggap sebagai daya tarik utamanya (Indonesia sangat tahu
hal ini benar, karena pemerintah umumnya cenderung “pelit” dalam hal memberi dana
untuk sesuatu yang penting). Ditambah lagi PLTN adalah salah satu pembangkit listrik
yang eco-friendly. Minimnya emisi karbon dan minimnya radiasi (tentunya jika semua
prosedur dipatuhi) membuatnya pantas dibangun demi alas an lingkungan hidup yang
kini sudah saatnya diberi perhatikan lebih.
Hal yang harus diperhatikan adalah masalah kecelakaan. Kejadian di Chernobyl,
Ukraina, sudah cukup untuk menjadi teladan bagi bangsa lain yang ingin membangun
PLTN (walaupun sebenarnya hal ini sidebabkan murni human error dan tidak
dipatuhinya standar keamanan dengan tidak membangun containment bulding/bangunan
penahan). Hal inilah yang mengakibatkan kecelakaan reaktor sebagai masalah yang
tidak bisa dipandang sebelah mata. Resiko radiasi sinar gamma yang beresiko
mengakibatkan kanker dan mutasi genetik adalah mimpi buruk bagi setiap orang yang
pernah menyaksikannya.
Hal yang paling ditakutkan adalah bahwa teknologi ini harus dikerjakan oleh
bangsa Indonesia (yang tidak perlu lagi diragukan kelalaiannya). Jangankan PLTN
yangmerupakan teknologi termutakhir dalam bidang energi, pembangkit listrik tenaga
bahan bakar saja sudah “kelimpungan” di sana-sini jika ada kerusakan, pake nyalahin
orang lain lagi. Rencana merekrut ahli dari luar negeri semakin menunjukkan
ketergantungan bangsa ini dengan negara luar. Saya rasa hal ini sah-sah saja, selama
masih memberikan hasil yang baik yang baik dan tidak merugikan bangsa kita.
Jika pemerintah tetap “ngotot” ingin membangun PLTN, maka negara ini harus
siap-siap mengalami revolusi kebiasaan besar-besaran pada kebiasaan bangsa ini yang
suka “sembrono”. Pemerintah dan BATAN harus bisa memberikan rasa aman bagi
penduduk di sekitar PLTN. Penelitian lebih lanjut dan lebih intensif dalam cara
mengolah limbah nuklir dan pada proses decomissioning harus dilakukan. Tidak
mungkin kita harus menunggu selama 60 tahun (dengan teknologi termutakhir untuk
mempercepat limbah nuklir meluruh) untuk menunggu limbah nuklir aman bagi
lingkungan.
Seharusnya, pemerintah lebih menggalakkan penelitian terhadap sumber energi
terbaharui. Bukankah sumber energi terbaharui lebih aman dan ramah lingkungan?
Bukankah sumber energi ini lebih murah? Bukankah potensi energi terbaharui sebagai
sumber pendapatan yang menguntungkan setiap orang lebih besar? Memang sumber
energi terbaharui tidak menghasilkan daya yang tidak sebanding dengan nuklir, tapi
tetap saja manusia sangat membutuhkan rasa aman yang sudah merupakan hak dasar
setiap orang.
Jika manusia disuruh memilih antara hidup berkecukupan dengan rasa aman,
pastilah setiap orang yang normal akan memilih rasa aman (bukankah jika ada bencana
alam semua orang lebih dahulu menelamatkan diri, bukan hartanya?). Untuk itu, jika
pemerintah ingin membangun PLTN, sebaiknya dipikirkan lebih lanjut dan lebih
mendalam, apa baik dan buruknya. Pemerintah dan para ahli nuklir harus mau bekerja
keras dan tidak main-main karena hal ini mempertaruhkan nasib khalayak ramai.
Semoga BATAN tetap menaati visi mereka, menciptakan teknologi nuklir
berkeselamatan handal.

 


Lihat juga:

 

  1. Nuklir penyelamat peradaban
  2. Dilema Pembangunan PLTN di Indonesia
  3. Atasi krisis energi & global warming dengan teknologi nuklir
  4. Nuklir sebagai Solusi Bergengsi
  5. Nuklir Tidak Ramah Tapi Kita Membutuhkannya
  6. PLTN, TEKNOLOGI PROSPEKTIF UNTUK MASA DEPAN
  7. Status Nuklir Ekonomis, tetapi Membawa Bencana Bagi Masyarakat
  8. PLTN = REVOLUSI KEBIASAAN INDONESIA
  9. Balada PLTN di Indonesia
  10. Nuklir, Ancaman atau Solusi

Status Nuklir Ekonomis, tetapi Membawa Bencana Bagi Masyarakat

Konsumsi listrik Indonesia setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan
peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Konsumsi listrik Indonesia yang begitu besar
akan menjadi suatu masalah bila dalam penyediaannya tidak sejalan dengan kebutuhan.
Kebijakan-kebijakan yang diambil Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), semakin menunjukkan bahwa sudah tidak mampu lagi memenuhi
kebutuhan listrik nasional. Bahkan, PLN sampai melakukan pencarian sumber-sumber
pendanaan melalui penerbitan obligasi untuk menunjang kegiatan operasional dan
memenuhi kebutuhan listrik nasional. Kita akui bahwa ini merupakan kelemahan
pemerintah dalam mengelola kelistrikan. Akibatnya pasokan listrik saat ini tidak
mencukupi kebutuhan.
Konsumsi listrik Indonesia yang begitu besar akan mejadi suatu masalah bila dalam
penyediaannya tidak sejalan dengan kebutuhan. Negara-negara pengembang nuklir seperti
Jepang, Rusia, dan Korea, telah memberikan pelajaran berharga betapa bahayanya nuklir
bagi kehidupan. Namun, seolah tidak belajar dari kesalahan-kesalahan tersebut, pemerintah
Indonesia justru berencana untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)
guna mengatasi krisis energi. Ekonomis, adalah alasan paling ampuh yang dikemukakan
pendukung PLTN.
Perlu kita ketahui bahwa di Semananjung Muria terdapat tiga calon tapak untuk
lokasi pembangkit pertama di Indonesia. Pembangkit ini diperkirakan mampu
menghasilkan listrik sampai 7.000 megawatt. Dengan adanya sesar yang tidak jauh dari
Semenanjung Muria menunjukkan bahwa lokasi itu memenuhi syarat karena ujung sesar
masih berjarak 10 kilometer dari calon tapak pembangkit listrik nuklir. Sebenarnya,
pemanfaatan nuklir dalam PLTN memberikan banyak keuntungan. Diantaranya, tidak
menimbulkan gas rumah kaca, tidak mencemari udara, biaya bahan bakar rendah, serta
ketersediaan bahan bakar yang melimpah.
Namun, di balik keuntungan-keuntungan tersebut, pemakaian nuklir dalam PLTN
tetap saja menyimpan kerugian yang lebih beresiko yaitu, resiko kecelakaan nuklir seperti
yang terjadi di Uni Soviet. Limbah nuklir yang mengandung radioaktif ini dihasilkan
dalam jumlah yang tinggi dan bertahan hingga ribuan tahun. Hal inilah yang kini banyak
dikhawatirkan oleh sejumlah kalangan pecinta lingkungan.
Terkait rencana pemerintah Indonesia yang akan membangun PLTN di daerah
Muria. Koordinator Environment Parliament Watch (EPW) menyatakan bahwa Indonesia
dianggap belum siap jika sewaktu-waktu terjadi kebocoran nuklir. Indonesia belum
memiliki sarana pengelolaan limbah nuklir serta belum mampu menyediakan teknologi
memadai jika sewaktu-waktu terjadi kebocoran. Berdasarkan penelitian,terbukti bahwa
rata-rata untuk satu orang yang tinggal sekitar 1 km dari sebuah reaktor nuklir, dosis radiasi
yang diterimanya dari bahan-bahan reaktor tersebut kurang dari 10 persen dari radiasi alam.
Selain itu, pembangunan PLTN akan menyebabkan bencana besar, khususnya bagi
para konsumen air tawar. Dimana radiasi nuklir akan dengan mudah menyebar dalam air
tawar melalui proses desalinasi, sehingga konsumen akan terkontaminasi oleh radiasi
nuklir. Sedangkan alasan pemerintah sendiri membangun PLTN ini, yaitu guna mengatasi
krisis energi yang saat ini terjadi di Indonesia. Alasan ini terlalu dipaksakan. Sebab,
ketersediaan sumber daya alam di Indonesia masih cukup besar dan masih dapat
dimanfaatkan lagi dengan asas keseimbangan lingkungan dan keadilan bagi masyarakat.
Limbah nuklir merupakan salah satu hal yang menimbulkan kecemasan
dimasyarakat. Seperti limbah-limbah lainnya, limbah nuklir merupakan bahan yang sudah
tidak dimanfaatkan lagi karena bersifat radioaktif, dan mengandung potensi bahaya radiasi.
Sumber-sumber limbah nuklir sendiri, paling besar berasal dari PLTN yaitu sekitar 90 %.
Sementara 10 persennya, berasal dari penggunaan radioaktif di rumah sakit untuk
kepentingan diagnosa. Maupun industri-industri yang memanfaatkan radioaktif untuk
radiografi. Unsur-unsur radioaktif dalam limbah nuklir mampu memancarkan radiasi.
Maka, limbah nuklir tidak bisa di buang begitu saja ke lingkungan. Karena radiasi
yang dipancarkannya berpotensi memberikan efek merugikan terhadap kesehatan manusia.
Seperti menimbulkan cacat permanen, merusak sel manusia, hingga menyebabkan
kematian. Sehingga, pembuangan limbah nuklir harus dilakukan dengan cara yang tepat.
Lazimnya, di negara-negara maju metode penanganan limbah cair dilakukan dengan tiga
teknik yaitu, dengan dipadatkan atau dipekatkan, dibiarkan meluruh dalam tempat
penyimpanan khusus, dan terakhir limbah cair diencerkan dan didispersikan ke lingkungan.
Karenanya, diperlukan teknologi yang tinggi dalam rangka mengelola limbah nuklir
tersebut. Setelah itu, limbah yang telah dikelola dengan teknologi tinggi tersebut tetap harus
disimpan ditempat khusus yang aman dan jauh dari kehidupan manusia. Sementara
Indonesia sendiri belum mampu menyediakan teknologi tinggi untuk mengelola limbah
nuklir itu nantinya. Dengan penanganan yang memadai saja reaktor nuklir sangat
berpotensi membahayakan dan mengancam keselamatan jiwa manusia.
Ada beberapa bahaya laten dari PLTN yang perlu dipertimbangkan.
Pertama, kesalahan manusia (human error) yang bisa menyebabkan kebocoran, yang
jangkauan radiasinya sangat luas dan berakibat fatal bagi lingkungan dan makhluk hidup.
Kedua, salah satu yang dihasilkan oleh PLTN, yaitu Plutonium memiliki hulu ledak yang
sangat dahsyat. Sebab Plutonium inilah, salah satu bahan baku pembuatan senjata nuklir.
Kota Hiroshima hancur lebur hanya oleh 5 kg Plutonium. Ketiga, limbah yang dihasilkan
(Uranium) bisa berpengaruh pada genetika. Oleh karenanya, pemakaian energi alternatif
yang ramah lingkungan dinilai sebagai pilihan tepat, ketimbang pembangunan PLTN.
Energi alternatif yang dapat dimanfaatkan antara lain, panas bumi, tenaga gelombang dan
arus , energi nabati, bioenergi dan potensi energi lainnya. Sehingga lingkungan dapat kita
selamatkan dari kehancuran. Dan hal itu juga, sebagai wujud kasih sayang kita terhadap
lingkungan yang kita tinggali ini.

 


Lihat juga:

 

  1. Nuklir penyelamat peradaban

  2. Dilema Pembangunan PLTN di Indonesia

  3. Atasi krisis energi & global warming dengan teknologi nuklir

  4. Nuklir sebagai Solusi Bergengsi

  5. Nuklir Tidak Ramah Tapi Kita Membutuhkannya

  6. PLTN, TEKNOLOGI PROSPEKTIF UNTUK MASA DEPAN

  7. Status Nuklir Ekonomis, tetapi Membawa Bencana Bagi Masyarakat

  8. PLTN = REVOLUSI KEBIASAAN INDONESIA

  9. Balada PLTN di Indonesia

  10. Nuklir, Ancaman atau Solusi

PLTN, TEKNOLOGI PROSPEKTIF UNTUK MASA DEPAN

Stigma bahwa nuklir merupakan senjata pemusnah massal sudah melekat pada
pemikiran mayoritas masyarakat Indonesia. Nuklir hanya dianggap sebatas bom dan
peralatan perang yang memiliki daya ledak sangat besar sehingga orang-orang merasa
takut karenanya. Propaganda melalui media cetak maupun elektronik yang hanya
mengekspos bahaya nuklir menimbulkan paradigma sepihak, akibatnya masyarakat
menjadi terprovokasi dan menolak pengembangan teknologi nuklir di Indonesia.
Hal ini pada dasarnya disebabkan oleh kekurangtahuan mereka tentang
teknologi nuklir. Minimnya sosialisasi serta rasa trauma akan peristiwa Chernobyl
menimbulkan bayang-bayang gelap di benak masyarakat. Kita harus membuka mata
bahwa sebenarnya nuklir juga bisa menjadi jawaban atas krisis energi yang terjadi di
bumi. Hanya energi nuklir yang menawarkan solusi efektif guna memerangi
keterbatasan energi yang kita miliki. Energi nuklir tidak memancarkan gas rumah
kaca sehingga tidak merusak atmosfer. Salah satu pengembangannya dapat kita
aplikasikan dengan membangun PLTN.
Teknologi PLTN sangat ramah lingkungan karena tidak menghasilkan karbon
dioksida, sulfur dioksida, dan nitrogen oksida. PLTN pun bebas emisi karbon
sehingga dapat membantu mengurangi pemanasan global. PLTN juga menghasilkan
limbah, namun diproses dengan baik dan tidak dibuang ke lingkungan. Adapun
limbah PLTN terbagi menjadi 2, yaitu limbah tingkat tinggi dan limbah tingkat
rendah. Limbah tingkat tinggi dapat digunakan kembali untuk bahan bakar PLTN sehingga
mampu membangkitkan listrik. Memang biaya untuk infrastrukturnya besar,
namun hasilnya nanti dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dengan PLTN,
listrik bisa lebih murah.
Walau demikian, sangat disayangkan bahwa pembangunan PLTN di Indonesia
seringkali mengalami beberapa kendala. Salah satu faktornya disebabkan karena isuisu
yang berkembang di kalangan masyarakat luas sehingga mereka tidak menyetujui
pembangunan PLTN. Adapun penentangan ini salah satunya berakar dari budaya
korupsi di Indonesia yang sudah merajalela. Bayangkan apabila terjadi korupsi bahan
bangunan dalam pembangunan PLTN (seharusnya menggunakan baja dengan kualitas
terbaik, namun dibelikan baja dengan kualitas biasa saja), pastilah akan menimbulkan
bencana yang sangat besar bagi manusia dan lingkungan. Selain itu, masyarakat juga
masih khawatir akan terjadinya radiasi. Meskipun beton dengan tebal satu setengah
meter mengelilingi seluruh sisi bangunan, namun hal tersebut tidak menutup
kemungkinan untuk terjadinya kebocoran. Bahkan lubang yang sangat kecil sekalipun
dapat berakibat fatal. Oleh sebab itu, untuk mengantisipasi isu-isu yang tumbuh
berkembang di masyarakat, dibutuhkan kerja sama yang baik dan hubungan yang
terbuka antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah harus memberikan anggaran
yang transparan kepada publik, sehingga publik dapat ikut serta memantau dan
mengawasi kerja pemerintah setiap saat. Masyarakat juga diharapkan dapat
mendukung dan memberikan kepercayaan pada pemerintah, sebagai wakil rakyat,
untuk dapat mengelola rumah tangga negara ini dengan baik.
Memang bukan tidak mungkin kalau suatu saat nanti akan timbul dampakdampak
negatif dari PLTN, namun perlu digaris bawahi bahwa setiap kecelakaan,
radiasi, atau hal membahayakan lainnya hanya akan terjadi apabila terdapat kesalahan
manusia (human error). Maka dari itu sangat diperlukan pengawasan yang ketat
selama 24 jam, baik dalam proses pembangunan maupun pengoperasian PLTN.
Dalam pengelolaannya, keselamatan harus menjadi prioritas paling utama.
Untuk itu, PLTN harus dibangun pada lahan yang stabil, yang terhindar atau terbebas
dari fenomena-fenomana alam yang mengancam, seperti gempa bumi, vulkanologi,
tsunami, dsb. Pembangunannya harus jauh dari tempat pemukiman penduduk,
misalnya di luar Pulau Jawa. Tempat-tempat yang dapat membahayakan keberadaan
PLTN juga harus dihindari, seperti bandara, gedung amunisi militer, dll. Selain itu,
PLTN harus dibangun di lokasi yang mampu memasok cadangan listrik yang cukup
guna memperlancar pengoperasiannya, serta diperlukan adanya peraturan, pengawasan, serta
kedisiplinan tinggi dari semua pihak yang terlibat. Operator dan
pengawas harus terdiri dari orang-orang yang berdedikasi dan berkompeten.
Teknologi yang digunakan pun harus teknologi yang sudah teruji dengan sistem
pertahanan berlapis. Karenanya, pemerintah harus memberi gaji yang memadai untuk
para pekerja PLTN, sebab demi pekerjaan ini mereka harus menanggung resiko yang
besar.
Mengingat begitu signifikannya perkembangan teknologi ke depan, kita tidak
mungkin meninggalkan dan melupakan teknologi nuklir begitu saja. Selain menjadi
solusi bagi krisis energi, teknologi nuklir pun dapat mengatasi krisis yang lain, seperti
krisis air bersih yang diperlukan untuk konsumsi manusia dan irigasi. Nuklir dapat
menjadi jawaban untuk krisis nasional jangka panjang, juga sangat membantu
kelangsungan hidup manusia karena dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang
kehidupan, seperti kedokteran, pertanian, peternakan, hidrologi, industri, dan pangan.
“Janganlah takut terhadap sesuatu yang belum diketahui. Dengan ilmu,
sesuatu yang berbahaya bisa menjadi aman” merupakan kutipan dari sebuah cover
buku yang layak kita tanamkan dalam pikiran kita. Suatu saat nanti, ketika bangsa kita
sudah berhasil memajukan teknologi nuklir, kita dapat membagikan pengetahuan
tersebut kepada negara-negara lain sehingga kita dapat turut menciptakan perdamaian
dunia melalui sains.

 


Lihat juga:

 

  1. Nuklir penyelamat peradaban

  2. Dilema Pembangunan PLTN di Indonesia

  3. Atasi krisis energi & global warming dengan teknologi nuklir

  4. Nuklir sebagai Solusi Bergengsi

  5. Nuklir Tidak Ramah Tapi Kita Membutuhkannya

  6. PLTN, TEKNOLOGI PROSPEKTIF UNTUK MASA DEPAN

  7. Status Nuklir Ekonomis, tetapi Membawa Bencana Bagi Masyarakat

  8. PLTN = REVOLUSI KEBIASAAN INDONESIA

  9. Balada PLTN di Indonesia

  10. Nuklir, Ancaman atau Solusi

Nuklir Tidak Ramah Tapi Kita Membutuhkannya

Proyek Manhattan yang disponsori pemerintah Amerika Serikat pada tahun
1930-an telah menjadikan ilmu pengetahuan tentang reaksi nuklir sebagai sebuah
senjata yang mengerikan dengan dalih menciptakan perdamaian untuk menciptakan
tatanan dunia baru. Dengan alasan mengakhiri Perang Dunia Ke-2, dua kota di Jepang
menjadi saksi dahsyatnya efek yang ditimbulkan oleh bom nuklir tersebut. Sebagai
catatan, sampai saat ini hanya Amerika Serikat saja yang pernah menggunakan senjata
nuklir pada pertempuran sebenarnya. Mungkin sejak saat itu masyarakat dunia
mempunyai sudut pandang lain yang tidak bijak mengenai nuklir, walaupun menurut
perhitungan sebenarnya bom nuklir tidak seberapa mengerikan jika dibandingkan
dengan bom hidrogen. Ditambah lagi dengan kejadian-kejadian lain seperti insiden yang
terjadi di Chernobyl, Rusia, dimana ratusan orang tewas dan jutaan lainnya mengungsi
dikarenakan ledakan di instalasi pembangkit listrik tenaga nuklir tersebut. Film-film
Holywood juga memperparah persepsi keliru tersebut dengan seringnya menempatkan
nuklir sebagai bagian dari tokoh antagonis yang ingin merusak tatanan dunia.
Pemanfaatan teknologi nuklir sebagai sumber energi telah lama dilakukan di
negara-negara maju seperti AS, Perancis, Jepang, atau negara yang mempunyai
kepentingan politis seperti India, Pakistan, dan Iran. Secara ekonomis, sumber energi
radioaktif ini lebih murah dibandingkan bahan bakar fosil yang dimungkinkan tidak
akan bertahan dalam waktu seratus tahun lagi. Cadangan zat radioaktif, salah satunya
uranium, di dunia ini bila dikonversi ke satuan energi secara matematis jauh lebih besar
jika dibandingkan dengan cadangan bahan bakar fosil yang ada. Sehingga bisa
memberikan waktu yang lebih dari cukup kepada umat manusia untuk mencari sumber
energi alternatif lainnya jika suatu saat energi nuklir juga habis. Sebenarnya
penggunaan elemen nuklir tidak jauh dari kehidupan kita sehari-hari dan memberikan
manfaat yang tidak sedikit. Selain sebagai sumber energi, zat radioaktif tersebut juga
digunakan dalam berbagai bidang misalnya aplikasi MRI dalam bidang kesehatan,
rekayasa genetik bibit dalam pertanian hingga dalam pengetahuan eksplorasi luar
angkasa.
Indonesia, terutama pulau jawa sebagai nadi perekonomian bangsa dalam
beberapa tahun kedepan akan mengalami defisit energi yang semakin parah jika tidak segera
ditanggulangi. Peningkatan kebutuhan listrik untuk sektor rumah tangga dan
industri tidak sejalan dengan tingkat pertumbuhan pembangkit listrik nasional. Hal
tersebut jika dibiarkan akan mengakibatkan kemunduran ekonomi secara agregat dan
kekacauan sosial akibat semakin seringnya pemadaman bergilir. Oleh karena itu untuk
menanggulangi hal tersebut, pemerintah menggulirkan rencana pembangunan PLTN
pertama di Muria.
Pada dasarnya Indonesia mempunyai sumberdaya manusia dan alam yang lebih
dari cukup untuk membangun dan mengoperasikan instalasi energi nuklir, bahkan
diperkirakan cadangan tambang uranium Indonesia bisa dimanfaatkan hingga ratusan
tahun. Diharapkan dengan energi yang relatif murah ini, tercipta multiplier effect
sehingga kesejahteraan bangsa bisa terangkat dan kompetensi di dunia Internasional
semakin meningkat. Secara garis besar, masyarakat Indonesia terutama kalangan
industri antusias dan menyambut baik dengan rencana pemerintah untuk mendirikan
pembangkit tenaga nuklir karena secara tidak langsung akan meningkatkan
perekonomian bangsa dan menciptakan jutaan lapangan kerja baru selama beberapa
dekade ke depan. Kedepannya, pembangunan PLTN di luar jawa juga akan memberikan
kontribusi positif terhadap sosial ekonomi dan pertahanan Indonesia secara keseluruhan.
Selama ini riset dan pemanfaatan sumber nuklir di Indonesia belum mencapai taraf
pemanfaatan secara massal dikarenakan tarik ulur politik Indonesia di dunia
internasional yang tidak menginginkan dominasi negara maju terhadap nuklir
tergoyahkan. Untuk di dalam negeri sendiri, kendala terjadi karena belum adanya
sosialisasi yang tepat tentang tentang nuklir tersebut. Sebagian kecil masyarakat
cenderung antipati dikarenakan belum paham betul tentang isu tersebut. Disinilah tugas
pemerintah untuk memberikan gambaran obyektif tentang apa yang sebenarnya terjadi
seperti yang diuraikan diatas.
Memang energi nuklir bukannya tanpa risiko. Dalam pengoperasiannya, standar
operasi dan prosedur harus dilaksanakan. Pemeliharaan dan evaluasi setiap saat
merupakan kewajiban yang tidak dapat ditawar. Sebagai contoh, insiden yang terjadi di
Chernobyl pada tahun 1980an di curigai akibat kelalaian manusia yang berujung maut.
Belum lagi sampah nuklir sebagai residu dari reaksi berantai, bisa menimbulkan
pencemaran radioaktif jika tidak diolah dan dikemas dengan sempurna. Sampah tersebut
cenderung tidak bisa didaur ulang. Sebagai catatan, radiasi mematikan dari sampah tersebut
tidak akan hilang dalam waktu ratusan tahun. Dari sisi kesehatan, banyak kasus
terjadi bahwa pekerja di PLTN mengalami keracunan radioaktif akibat terpapar radiasi
dalam waktu relatif lama saat bekerja di instalasi nuklir. Pada dasarnya tidak ada benda
yang bisa mengisolasi radiasi nuklir dengan sempurna, termasuk timbal. Oleh karena itu
semakin sedikit kontak fisik langsung manusia dengan nuklir, maka semakin baik.
Faktor geologi juga berperan penting dalam pendirian sebuah instalasi energi nuklir.
Atas dasar itu juga pemerintah berencana memilih daerah Muria sebagai tempat pertama
untuk membangun instalasi karena tempat tersebut kondisi geologinya relatif stabil dan
jauh dari akses sebagian besar penduduk untuk mengeliminasi kemungkinan yang
timbul.
Suatu saat nanti dengan semakin banyaknya PLTN yang dibuat di Indonesia,
saya berharap ketimpangan sosial antara pulau-pulau akan berkurang dan bangsa
Indonesia bisa menatap masa depan dengan lebih cerah dan sejajar dengan negara maju
lainnya. Amin

 


Lihat juga:

 

  1. Nuklir penyelamat peradaban

  2. Dilema Pembangunan PLTN di Indonesia

  3. Atasi krisis energi & global warming dengan teknologi nuklir

  4. Nuklir sebagai Solusi Bergengsi

  5. Nuklir Tidak Ramah Tapi Kita Membutuhkannya

  6. PLTN, TEKNOLOGI PROSPEKTIF UNTUK MASA DEPAN

  7. Status Nuklir Ekonomis, tetapi Membawa Bencana Bagi Masyarakat

  8. PLTN = REVOLUSI KEBIASAAN INDONESIA

  9. Balada PLTN di Indonesia

  10. Nuklir, Ancaman atau Solusi

Nuklir, Ancaman atau Solusi ?

Saat ini, pemerintah melalui Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) bersama
Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkoninfo) melakukan sosialisasi di Jateng
mengenai rencana pembangunan proyek PLTN di Jepara. Rencananya, PLTN yang
dipersiapan beroperasi pada 2015 akan menambah catu daya sekitar 5.000 hingga 7.500
megawatt (MW). Proyek PLTN terpadu dengan perkirakan 5-6 reaktor, 1 reaktor
berkapasitas 600-1.000 MW. Rencana pembangunan PLTN di Indonesia kurang saya
setujui, karena faktor :
Keamanan. Indonesia adalah Negara kepulauan dan berada pada wilayah
Lingkaran Api atau tempat pusat bertemunya beberapa lempeng bumi, hal ini
menyebabkan Indonesia rentan terhadap bencana gempa bumi dan tsunami dan dapat
terjadi pencemaran lingkungan yang dapat menyebabkan kanker thyroid.
Ketergantungan Terhadap Negara Lain. Di Indonesia memang terdapat tambang
Uranium di Kalimantan, namun Uranium tersebut masih harus mengalami proses
pengolahan yang lama dan membutuhkan biaya banyak. Jika mau mudah, hanya bisa
membeli di negara lain. Artinya ketergantungan selama 40 tahun (masa hidup reaktor).
Biaya yang Mahal. Indonesia masih sangat kekurangan pengalaman tenaga kerja dan
butuh banyak peralatan yang harus di impor dari negara luar, hal itu akan menyebabkan
banyak memakan biaya yang sangat besar. Belum lagi jika terjadi kerusakan besar dan
memakan waktu perbaikan yang lama, Tenaga Ahli-nya pun harus yang sudah
berpegalaman, dan Tenaga Ahli yang sudah berpengalaman tersebut tidak terdapat di
Indonesia, maka harus melakukan pengeluaran besar untuk memanggil Tenaga Ahli dari
luar negeri tersebut.
Saran saya terhadap pembangunan PLTN di Indonesia adalah, sebaiknya di lakukan
pelatihan oleh Tenaga Ahli luar hingga dapat melaksanakannya sendiri terlebih dahulu,
mulai dari cara mengolah bahan baku, pembangunan, pendaur-ulangan limbah yang
mungkin dihasilkan, sampai kerusakan yang dapat terjadi. Sehingga kedepannya,
Indonesia tidak perlu membutuhkan biaya untuk membeli bahan baku (karena sudah
dapat mengolah dengan baik), dan Tenaga Ahli untuk perbaikan. Karena ledakan
reaktor nuklir dapat menyebar hingga radius 15-25 KM. Sebaiknya pembangunan di
lakukan di daerah terpencil, dan dekat dengan sumber bahan baku. Sebab meskipun
terjadi kecelakaan, tidak menyebabkan efek yang terlalu besar bagi kehidupan disana.

 


Lihat juga:

 

  1. Nuklir penyelamat peradaban

  2. Dilema Pembangunan PLTN di Indonesia

  3. Atasi krisis energi & global warming dengan teknologi nuklir

  4. Nuklir sebagai Solusi Bergengsi

  5. Nuklir Tidak Ramah Tapi Kita Membutuhkannya

  6. PLTN, TEKNOLOGI PROSPEKTIF UNTUK MASA DEPAN

  7. Status Nuklir Ekonomis, tetapi Membawa Bencana Bagi Masyarakat

  8. PLTN = REVOLUSI KEBIASAAN INDONESIA

  9. Balada PLTN di Indonesia

  10. Nuklir, Ancaman atau Solusi

ATASI KRISIS ENERGI & GLOBAL WARMING DENGAN TEKNOLOGI NUKLIR

Kenaikan harga bahan bakar di Indonesia semakin memicu perdebatan dikalangan
masyarakat bahkan para wakil rakyat. Semakin menipisnya sumber energi tak terbarukan
(seperti minyak bumi, gas, dan batu bara yang menjadi sumber energi listrik terbesar di dunia)
mendorong putra putri bangsa untuk berkontribusi dalam menciptakan sumber energi
alternatif. Namun, penawaran solusi tersebut sepertinya berhenti sampai pada tahap
penyampaian pendapat saja, belum ada upaya merealisasikan secara pasti.
Ketika krisis listrik kembali terjadi, yang dilakukan pemerintah adalah memperbaiki
jaringan, menambah daya terpasang, meningkatkan menejemen operator, lalu tentu saja rakyat
kembali dibebankan kenaikan harga termasuk tarif dasar listrik. Di lain pihak, pemerintah telah
mengupayakan pemanfaatan sumber energi alternatif lain dengan perencanaan pemanfaatan
teknologi nuklir. Akan tetapi upaya ini belum juga terealisasi dengan baik, karena pemerintah
memiliki pertimbangan tersendiri mengenai pemanfaatan energi nuklir,serta masih mengkaji hingga
lingkup efek positif dan negatif tidak lagi menjadi perdebatan yang akan merugikan bagi
pemerintah. Di kalangan masyarakat sendiri masih muncul tanggapan pro dan kontra terhadap
kebijakan pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Hal tersebut muncul dikarenakan masih minimnya pendidikan mengenai teknologi
nuklir
dikalangan masyarakat. Bagi sebagian masyarakat awam, kata nuklir erat kaitannya
dengan kehancuran, kerusakan, dan sesuatu yang mematikan. Hal tersebut yang menyebabkan
ketakutan, sehingga beberapa orang, kelompok, bahkan negara memilih untuk tidak
memanfaatkan energi nuklir.
Padahal, jika ditilik lebih lanjut, pemanfaatan energi nuklir yang tepat akan lebih
menguntungkan dan lebih efisien. Selain jumlah ketersediaan bahan bakar nuklir yang melimpah,
dan biaya bahan bakar yang rendah, kelebihan dari aplikasi penggunaan PLTN adalah tidak
terbentuknya emisi gas rumah kaca, karena tidak menggunakan peralatan proteksi lingkungan
seperti DeSOx dan DeNOx. Dengan penggunaan PLTN, message.polusi udara oleh gas-gas
berbahaya seperti karbon monoksida, aerosol, mercury, sulfur dioksida, nitrogen oksida, partikulate,
atau asap fotokimia dapat dikurangi.
Pertimbangan tersebut menyebabkan semakin diperlukannya energi nuklir, akan tetapi
masyarakat Indonesia sendiri pada umumnya masih terprovokasi oleh isu-isu mengenai
bahaya nuklir terutama atas limbah nuklir. Berbagai sosialisasi mengenai pembangunan PLTN
dan tenaga nuklir sudah mulai dilaksanakan, akan tetapi belum dapat menjawab kegelisahan
masyarakat mengenai langkah untuk mengatasi limbah nuklir tersebut. Banyak program
sosialisasi yang hanya membahas mengenai bahaya nuklir tanpa mau memberikan informasi
dampak positif dari penggunaan tenaga nuklir tersebut.
Masyarakat juga masih berfikir bahwa energi alternatif seperti biofuel, gelombang
laut, sinar matahari dan gas bumi mampu mengatasi krisis listrik tanpa harus mengeluarkan dampak
limbah berbahaya sepperti limbah nuklir. Namun, pada dasarnya semua energi alternatif tersebut
tidak dapat memberikan dampak signifikan terhadap permasalahan krisis energi. Jika memang
ingin membebaskan bangsa ini dari krisis energi yang harus dilakukan terlebih dahulu ialah
menumbuhkan kepercayaan masyarakat mengenai kebermanfaatan tenaga nuklir dengan
mengadakan sosialisasi tenaga nuklir secara tepat dan berimbang. Marilah kita hentikan global
warming
dan krisis energi dengan mendukung teknologi nuklir.

 


Lihat juga:

 

  1. Nuklir penyelamat peradaban

  2. Dilema Pembangunan PLTN di Indonesia

  3. Atasi krisis energi & global warming dengan teknologi nuklir

  4. Nuklir sebagai Solusi Bergengsi

  5. Nuklir Tidak Ramah Tapi Kita Membutuhkannya

  6. PLTN, TEKNOLOGI PROSPEKTIF UNTUK MASA DEPAN

  7. Status Nuklir Ekonomis, tetapi Membawa Bencana Bagi Masyarakat

  8. PLTN = REVOLUSI KEBIASAAN INDONESIA

  9. Balada PLTN di Indonesia

  10. Nuklir, Ancaman atau Solusi

Dilema Pembangunan PLTN di Indonesia

Di Indonesia gagasan untuk pembangunan PLTN sebenarnya telah ada semenjak
tahun 1956, namun pada tahun 1972 ide tersebut baru muncul bersamaan dengan
dibentuknya Komisi Persiapan Pembangunan PLTN (KP2PLTN) oleh Badan Tenaga Atom
Nasional (BATAN), Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga listrik (Departemen PUTL).
Kemudian berlanjut dengan di adakannya seminar yang menghasilkan bahwa PLTN harus
di kembangkan di Indonesia dan pada saat itu juga di usulkan 14 tempat untuk
pembangunan PLTN yang salah satunya di Semenanjung Muria. Namun yang sangat di
sayangkan, sampai pada saat ini pembangunan PLTN belum juga dapat terlaksana di
karenakan banyaknya alasan-alasan.
Mengapa Indonesia sepertinya sangat ketakutan untuk membangun sebuah rektor
nuklir? Apakah dikarenakan dampaknya pada global warming? Padahal PLTN tidak
menyebabkan polusi udara yang begitu parah, limbah dari PLTN hanya berupa H2O, CO2,
dan limbah-limbah lain yang akan kembali pada kolam penampungan agar dampak dari
radiasi dapat di abaikan. Apakah karena takut dengan dampak negatif nuklir? Seharusnya
kita tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut secara berlebihan karena reaktor nuklir telah
dirancang sedemikian rupa agar tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan, selain itu
pembangunan PLTN dari tahap perencanaan rencangan bangunan sampai dengan tahap
dekomisioning akan di awasi oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir Internasional dan Badan
Pengawas Dalam Negeri, jadi tidak ada alasan untuk mengkhawatirkan hal tersebut secara
berlebihan.
Kalau menurut saya sebaiknya pembangunan PLTN dilaksanakan di tempat yang
jauh dari pemukiman penduduk, agar masyarakat menjadi lebih tenang namun walaupun
begitu harus di adakan penyuluhan terlebih dahulu kepada masyarakat khususnya warga
sekitar tempat pembangunan PLTN tentang PLTN tersebut, tujuannya agar masyarakat
dapat lebih tenang lagi, nyaman dan dapat mempercayai pemerintah. Jika perencanaan
sudah matang sebaiknya cepat dilaksanakan pembangunan PLTN karena batubara yang
selama ini kita pakai sudah tinggal sedikit persediaannya, selain itu masyarakat Indonesia
juga sangat membutuhkan PLTN agar mencapai taraf hidup yang lebih baik.

 


Lihat juga:

 

  1. Nuklir penyelamat peradaban

  2. Dilema Pembangunan PLTN di Indonesia

  3. Atasi krisis energi & global warming dengan teknologi nuklir

  4. Nuklir sebagai Solusi Bergengsi

  5. Nuklir Tidak Ramah Tapi Kita Membutuhkannya

  6. PLTN, TEKNOLOGI PROSPEKTIF UNTUK MASA DEPAN

  7. Status Nuklir Ekonomis, tetapi Membawa Bencana Bagi Masyarakat

  8. PLTN = REVOLUSI KEBIASAAN INDONESIA

  9. Balada PLTN di Indonesia

  10. Nuklir, Ancaman atau Solusi

Balada PLTN di Indonesia

PLTN merupakan ide yang diangkat pada tahun 1956, melaui pernyataan pada
seminar-seminar pada masa itu. Artinya rencana PLTN di Indonesia sudah berumur kurang
lebih 54 tahun. Meski sudah lama bekerja sama dalam perencanaan, perancangan, dan
sebagainya. PLTN di Indonesia masih belum juga dibangun dengan sebab dan alasan yang
beraneka ragam. Dari sekian banyak tempat yang pernah diusulkan untuk membangun
sbuah poyek PLTN, akhirnya hanya Semenjung Muria-lah yang terpilih. Meski sampai
sekarang PLTN masih menuai banyak kecaman berupa penolakan, terutama warga desa
sekitar tempat yang direncanakan akan dibangun PLTN tersebut, Desa Balong.


Sampai saat ini, yang masih membuat bingung adalah, mengapa harus Semenanjung
Muria? Bahkan ada kabar daerah Banten juga akan dibangun PLTN. Mungkin saja
penolakan-penolakan yang terjadi selama ini karena ada dua f-brothers (ciptaan penulis).
Mereka adalah Green Community dan WWF dan yang ingin penulis tekankan, mengapa
mereka ikut menolak? Bukankah di negara mereka juga dibangun PLTN? Memang,
Indonesia seringkali disebut-sebut sebagai paru-paru dunia karena hutannya yang luas nan
lebat. Tapi Indonesia juga tidak kalah sering mendapat kecaman, dampak isu global
warming
. Mengapa? Bukankan limbah PLTN hanya berupa air, CO2, dan limbah lain yang
harus dkembalikan?
Untuk itu, hendaknya Indonesia harus berani melawan. Harus ada orang Indonesia
yang membuktikan bahwa tidak benar tingkat “penghasilan” gas CO2 di Indonesia sangat
tinggi. Selain itu, pemerintah juga perlu mendesak instansi-instansi terkait untuk mencari
tempat baru yang kira-kira lebih mungkin untuk dibangun PLTN. Bukankah Indonesia
memiliki beribu-ribu pulau? Hendaknya kita membangun PLTN di pulau terpencil agar
tidak ada yang protes. Jikalau masih ada, karena alasan pencemaran laut, kita minta saja
badan internasional yang menangani masalah nuklir untuk ikut mengawasi. PLTN sangat
dibutuhkan di Indonesia, bagaikan tubuh yang kekurangan darah, Indonesia tidak akan
mampu berkembang secara optimal jikalau masih ada permasalahan energi, khusunya
listrik.




Lihat juga:

 

  1. Nuklir penyelamat peradaban

  2. Dilema Pembangunan PLTN di Indonesia

  3. Atasi krisis energi & global warming dengan teknologi nuklir

  4. Nuklir sebagai Solusi Bergengsi

  5. Nuklir Tidak Ramah Tapi Kita Membutuhkannya

  6. PLTN, TEKNOLOGI PROSPEKTIF UNTUK MASA DEPAN

  7. Status Nuklir Ekonomis, tetapi Membawa Bencana Bagi Masyarakat

  8. PLTN = REVOLUSI KEBIASAAN INDONESIA

  9. Balada PLTN di Indonesia

  10. Nuklir, Ancaman atau Solusi

NUKLIR PENYELAMAT PERADABAN

Tahun-tahun terakhir, isu akan adanya pembangunan PLTN di Indonesia membangunkan minat warga akan tenaga nuklir. Sebelumnya, bidang nuklir tidak terlalu terekspos keberadaannya. Masalahnya, setelah nuklir menjadi terekspos, yang menjadi dominan di masyarakat adalah pandangan negatif terhadap energi alternatif ini.
Nuklir adalah salah satu sumber energi alternatif yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Jika dipertimbangkan melalui logika, pemerintah saat ini terlihat enggan menyetujui eksplorasi lebih lanjut akan tenaga nuklir dan pemanfaatannya. Pemerintah lebih fokus untuk meningkatkan layanan tanpa memperhatikan ketersediaan sumber daya. Akibatnya, tarif listrik pun terus meningkat. Padahal dari sekian banyak sumber energi, telah diteliti bahwa nuklir akan mampu menyumbang listrik sebesar 10% dari jumlah permintaan listrik di Indonesia.
Kesadaran akan lingkungan juga membawa nuklir pada topik berwawasan lingkungan atau tidak. Jawabannya adalah ya, nuklir adalah energi yang berwawasan lingkungan. Dalam rangka pelestarian lingkungan, nuklir turut berperan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca yang mengakibatkan global warming. Emisi CO2 nuklir ke udara jauh lebih sedikit dari pada sumber energi lain. Untuk ketersediaan Uranium, sebagai bahan baku reaktor nuklir, lebih besar dibandingkan dengan sumber energi lain. Yaitu, umur tenaga nuklir dapat mencapai 3600 tahun, sedangkan bahan bakar minyak akan habis 42 tahun lagi. Tanpa listrik, dunia akan menjadi kegelapan semata bukan? Inilah saatnya nuklir menjadi penyelamat peradaban.
Untuk Indonesia, diperlukan komitmen yang besar untuk membangun PLTN. Keselamatan dan kepengurusan limbah nuklir harus menjadi yang utama dalam pengadaan PLTN. Masih diperlukan sumber daya manusia yang secara kualitas dinyatakan lulus untuk mengurusi bidang ini. Sayangnya, ketertinggalan dalam bidang IPTEK terpampang jelas dalam aksi-aksi penolakan nuklir. Fakta tersebut sebaiknya dijadikan tantangan bagi bangsa Indonesia sendiri untuk mengambil tindakan yang secara ekonomis menguntungkan, yaitu penggunaan energi nuklir. Mungkin masih diperlukan waktu dalam menciptakan persetujuan mayarakat akan tenaga nuklir ini. Tetapi jika tidak dilakukan sekarang, kapan lagi?


Lihat juga:



  1. Nuklir penyelamat peradaban

  2. Dilema Pembangunan PLTN di Indonesia

  3. Atasi krisis energi & global warming dengan teknologi nuklir

  4. Nuklir sebagai Solusi Bergengsi

  5. Nuklir Tidak Ramah Tapi Kita Membutuhkannya

  6. PLTN, TEKNOLOGI PROSPEKTIF UNTUK MASA DEPAN

  7. Status Nuklir Ekonomis, tetapi Membawa Bencana Bagi Masyarakat

  8. PLTN = REVOLUSI KEBIASAAN INDONESIA

  9. Balada PLTN di Indonesia

  10. Nuklir, Ancaman atau Solusi